Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate . Kali ini, Agate menghadirkan course (kursus) terbaru yaitu Artificial Intelligence atau AI Game Programming.

Co-Founder dan Chief Executive Officer Agate Shieny Aprilia, melalui siaran persnya, Minggu (19/11/2023), mengatakan, Indonesia punya potensi yang besar di pasar game.

Menurut Head of Agate Academy Restya Winda Astari, course terbaru mereka, AI Game Programming, bertujuan membekali kemampuan talenta dalam mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam pengembangan game yang lebih dinamis.

Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate

Perusahaan pengembang game Indonesia, Agate International atau Agate, menggelar program pelatihan online bertajuk Agate Game Course Batch 5.

Agate Game Course sendiri merupakan sebuah program pelatihan pengembangan game yang menyeluruh, mulai dari teknis pembuatan game, desain, hingga pengetahuan bisnis dalam game.

Berdasarkan data Niko Partners, Indonesia merupakan negara yang memiliki 63 persen pemain game, dengan pertumbuhan pendapatan tercepat di pasar game dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, dengan kenaikan sebesar 9,9 persen (year-on-year).

“Adanya course ini, merupakan respons kami terhadap tuntutan dan perkembangan industri yang membutuhkan kemampuan integrasi kecerdasan buatan dalam pengembangan game,” ujarnya.

Agate Game Course Batch 5 akan digelar selama satu bulan, mulai 20 November sampai 15 Desember 2023, dengan pendaftaran sudah dibuka sejak 30 Oktober sampai 17 November 2023.


Tujuh pilihan course yang ditawarkan yaitu: Game Development 101, 2D Physic-Based Game Programming, Low Poly 3D Modelling & Texture, Basic 3D Character Animation, Basic Environment Modeling, 3D Physic-Based Game Programming, Data Driven Game Programming, dan AI Game Programming.

Sejak diluncurkannya pada 2022, Agate Game Course telah diikuti oleh lebih dari 500 peserta dengan beragam latar belakang, mulai dari game developer, mahasiswa dan pelajar, tenaga pengajar, hingga tenaga profesional lainnya.

Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate

Sejarah Agate Internasional

Awalnya, Agate hanya mempekerjakan 18 orang. Sekarang, jumlah pegawai mereka mencapai sekitar 300 orang

Industri mobile game di Indonesia bernilai US$1,5 miliar pada 2021, menurut laporan Newzoo. Hal itu berarti, pemasukan industri mobile game Indonesia merupakan yang terbesar ke-8 di dunia.

Sayangnya, pasar game Indonesia masih didominasi oleh game buatan developer asing. Kabar baiknya, Indonesia tetap punya sejumlah developer game yang tidak hanya bisa bertahan di ranah game, tapi juga terus tumbuh sebagai perusahaan.

Agate didirikan pada 2009. Pada awalnya, perusahaan asal Bandung ini hanya mempekerjakan 18 orang yang juga merupakan co-founders perusahaan. Namun, sekarang, mereka telah memiliki sekitar 300 karyawan. Kini, Agate dipimpin oleh Shieny Aprilia. Dia resmi menjabat sebagai CEO Agate per 1 Juni 2022. Sebelum itu, dia menjabat sebagai Chief Operating Officer.

Baca Juga :  Webometrics 2021 UGM Peringkat Satu di Indonesia

Perempuan yang akrab dengan panggilan Shieny ini merupakan salah satu co-founder dari Agate. Di situs resminya, Agate menjelaskan bahwa pada awalnya, Shieny mengambil peran sebagai programmer, sebelum dia fokus pada sisi bisnis dan manajemen. Dia bercerita, sejak kecil, dia memang memiliki cita-cita untuk bekerja di developer game.

Shieny mengungkap, dia telah bekerja bersama Agate selama 13 tahun. Bersama dengan para co-founders Agate, dia mendirikan perusahaan game itu ketika mereka lulus kuliah. “Saya memang bercita-cita mau bekerja di perusahaan game setelah lulus,” katanya. “Setelah bertemu dengan teman-teman para co-founder, ternyata mereka lebih ‘gila’ lagi. Mereka nggak hanya mau bekerja di perusahaan game, mereka ingin membuat game sendiri. Saya nggak berpikir ke arah sana,” ujarnya sambil tertawa.

Pada 2009, industri game lokal Indonesia masih belum sebesar sekarang. Jumlah developer yang ada pun masih lebih sedikit. Meskipun begitu, Shieny mengatakan, dia dan teman-temannya tidak merasa khawatir akan keputusan mereka untuk berkarir di industri game. “Karena kita masih naif, baru lulus kuliah, jadi percaya diri saja,” katanya.

Sekarang, Shieny menganggap, kesempatan untuk bekerja di perusahaan game tetaplah kesempatan langka. Pasalnya, jumlah perusahaan game di Indonesia masih terbilang sedikit, apalagi jika dibandingkan dengan perusahaan software.

“Sebenarnya, semakin ke sini, semakin terbuka mata saya, bahwa ternyata industri game memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, baik di global maupun di Indonesia,” ungkap Shieny. “Awal-awalnya memang hanya modal semangat. Tapi, setelah nyemplung, ternyata pasar game ini memang market yang bagus, pasarnya masih terus tumbuh.”

Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate

Agate, dari Masa ke Masa

Di awal berdirinya, Agate hanya mempekerjakan 18 orang yang juga merupakan co-founders. Shieny mengatakan, semua co-founder Agate langsung bekerja secara full time di perusahaan. Sekarang, Agate telah menjadi perusahaan yang memiliki karyawan sebanyak 300 orang. Perubahan Agate sebagai perusahaan tidak hanya terlihat dari jumlah pegawai mereka, tapi juga dari skala proyek yang mereka kerjakan. Sekarang, skala dari proyek yang Agate buat telah menjadi semakin besar.

Shieny mengatakan, game merupakan industri yang cepat berubah. Demi bisa bertahan, Agate pun harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan dalam industri game. Sebagai contoh, pada 2009, Agate fokus untuk membuat game berbasis web menggunakan Flash, karena ketika itu, game Flash memang tengah populer.

Baca Juga :  Cara Menampilkan Hasil Google Search yang Tak Tampil di bawah Pencarian

“Lalu, kita masuk ke mobileGame smartphone pun, awalnya kita membuat game berbayar terlebih dulu, sebelum kita pindah ke game free-to-play,” cerita Shieny. “Sekarang, kami bisa mewujudkan mimpi untuk merilis game di konsol, seperti Switch dan PlayStation.”

Dia menjelaskan, sekarang, Agate banyak mengembangkan game multiplatform. Selain itu, mereka juga fokus untuk membuat game online. “Kalau dulu, membuat game single-player saja sudah penuh perjuangan,” ungkap Shieny.

Menyadari bahwa game adalah industri yang mengalami perubahan dengan cepat, Agate mencoba untuk membuat budaya perusahaan yang sesuai. Shieny menjelaskan, Agate selalu berusaha untuk mendorong para karyawan mereka untuk “level up”. Dia berkata, “Anak-anak Agate harus selalu mau belajar. Jadi, ketika ada perubahan, mereka akan mau embrace perubahan itu.”

Shieny menjadikan tren NFT game sebagai contoh. “Tahun kemarin, NFT booming. Tapi sekarang, NFT sudah nggak seseksi kemarin,” ujarnya. Walaupun, dia mengakui, dari sisi teknologi, industri NFT kini memang sudah menjadi semakin matang.

Sementara itu, dari segi jumlah game yang Agate sudah buat, Shieny memperkirakan, selama 13 tahun berdiri, Agate telah membuat ratusan game. Namun, jumlah game yang mereka telah mereka rilis berkisar 50-100 games di berbagai platform.

Skala dari game-game yang Agate buat pun beragam, mulai dari game super kecil yang bisa diselesaikan dalam waktu satu bulan, sampai game yang membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk dikembangkan.

Dalam membuat game, Shieny menjelaskan, setiap proyek akan ditangani oleh satu tim. Dan masing-masing tim tersebut akan fokus untuk membuat game masing-masing. Dengan begitu, dalam satu waktu, Agate bisa mengembangkan beberapa game sekaligus, meskipun game-game itu dibuat oleh tim yang berbeda-beda. Shieny mengatakan, alasan mengapa setiap tim hanya fokus untuk mengerjakan satu proyek adalah agar mereka bisa fokus.

Artists tidak bisa mengerjakan dua proyek yang berbeda sekaligus. Nanti, artstyle-nya jadi tidak konsisten, karena mereka harus terus mengubah artstyle yang mereka gunakan,” kata Shieny. “Begitu juga dengan programmers dan game designers. Kalau mengerjakan dua proyek sekaligus, hasilnya tidak akan maksimal.”

Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate

Proses Pembuatan Game di Agate

Sebelum bekerja untuk Agate, Shieny mengatakan, dia pernah bekerja sebagai pegawai magang di perusahaan software. Menurutnya, membuat game lebih sulit daripada membuat software biasa. Karena, game tidak hanya harus bisa berjalan dengan lancar, tapi juga seru untuk dimainkan.

Baca Juga :  Kota dengan Internet Tercepat di Indonesia

Hanya saja, definisi “seru” dari setiap gamers berbeda-beda. Sebagian orang mungkin akan senang untuk memainkan game yang menantang seperti Dark Souls, tapi sebagian yang lain mungkin akan lebih suka untuk bermain game yang ringan.

Saat membahas tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan game apa yang hendak Agate buat, Shieny mengatakan, pandangan pribadi para pekerja menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan.

“Tidak hanya di Agate, kebanyakan developer juga pasti senang untuk bermain game,” kata Shieny. “Karena sudah terbiasa main game, mereka jadi tahu game yang bagus itu seperti apa. Mereka sudah punya sense yang bagus.”

Selain sudut pandang pribadi para developer, Agate juga akan melakukan tes ke konsumen untuk melakukan validasi akan proyek game yang hendak dibuat. Salah satu cara Agate untuk mendapatkan saran dan komentar dari konsumen adalah dengan membiarkan mereka memainkan prototipe game yang belum sempurna. Terkadang, Agate juga akan melakukan validasi atas konsep game. Shieny mengatakan, hal ini bisa dilakukan dengan memasang “iklan palsu”.

“Jadi, sebenarnya, game yang sedang dibuat belum ada, tapi kita sudah buat iklan, poster, dan trailer, seolah-olah game-nya sudah jadi,” cerita Shieny. “Dari sana, kita bisa mendapatkan data yang sangat membantu.”

Dia mengungkap, dua persen adalah standar Click Through Rate (CTR) dari sebuah iklan. Namun, Agate meningkatkan angka itu menjadi lima persen. Artinya, jika Agate memasang fake ad untuk ditampilkan pada 10 ribu orang, mereka baru akan menganggap konsep game itu menarik ketika ada 500 orang yang mengklik iklan tersebut.

Shieny mengatakan, beberapa negara di Asia Tenggara — seperti Vietnam, Thailand, Singapura, dan bahkan Malaysia — memiliki jumlah pekerja industri game yang lebih banyak. Namun, dia yakin, dari segi kualitas, pekerja Indonesia juga tidak kalah mumpuni.

“Hanya dari sisi jumlah kita masih kalah,” katanya. Salah satu alasannya, menurut Shieny, adalah karena regulasi di negara-negara seperti Malaysia lebih baik. Walaupun, dia tidak memungkiri, pemerintah Indonesia telah mengadakan berbagai program untuk mendukung perusahaan game lokal.

Course AI Game Programming : Pelatihan Online Pengembangan Game Bersama Agate

Sumber : https://www.liputan6.com/